4 Bulan Berlalu


"Tidak terasa 2020 sudah melintasi 4 dari 12 bulan miliknya. Ada banyak hal tak waras yang menghampiri hidup saya hingga detik ini".

Pada akhir tahun 2019 silam, saya diterima sebagai pegawai di salah satu lembaga Asuransi Sosial Nasional di Surabaya. Meski statusnya hanya sebagai pegawai tidak tetap. Sebelum saya memutuskan untuk menandatangani kontrak, jauh sebelum itu, saya dihadapkan pada psikotes yang diikuti oleh hampir 350 an orang pada saat itu. Harapan saya tinggi. Namun, dihadapkan pada ratusan manusia dari berbagai daerah di jawa timur, dengan latar belakang milik mereka masing-masing, rasa minder pun datang. Wajar, saya bukanlah manusia cerdas yang biasa mengerjakan soal matematika atau hafalan dalam waktu singkat. Apalagi, saya tidak pernah belajar perihal psikotes sebelumnya. Hanya bermodal alat tulis, CV yang telah saya print, dilengkapi dengan foto full badan seadanya, saya melangkahkan kaki menuju ruangan untuk mengikuti tes. Beberapa jam setelah tes, hasil keluar, saya dinyatakan lanjut pada tahap berikutnya.

Ada dua wawancara sebelum pada akhirnya diputuskan diterima atau tidak. Pada wawancara pertama, dengan mudah saya melewatinya. 3 bulan berada di wwf dan bertemu menyapa ribuan manusia bukan hal main-main. Saya belajar banyak hal seputar komunikasi, mengarahkan, mengajak, dan lain-lain. Saat, dinyatakan lanjut untuk wawancara kembali, kali ini sedikit berbeda. Saya diwawancarai oleh seseorang yang menurut saya menakutkan karena beliau sangat ahli dalam memainkan ekspresi. Mulai dari ekspresi senyum ramah hingga melotot pun ditampilkan di depan mata saya. Namun, tidak berhenti saya ceritakan semuanya tentang angan dan minat saya dalam bekerja seperti apa. Tidak sedikit penampilan saya mendapat perhatian khusus oleh beliau, mulai dari ramnbut, gelang, gestur, dan lain-lain. Bagi saya yang teralnjur bodoh amat dengan penampilan (karena selama ini sudah terlalu sering tertipu oleh penampilan seseorang yang ternyata perilakunya lebih buruk dari penampilannya) saya sedikit jengkel tatkala beliau mengomentari penampilan saya. Bagi saya, penampilan tidak menunjukan isi hati dan kebaikan seseorang. Banyak tikus berdasi yang penampilannya rapi, berjas mahal, parfurm yang harumnya dari ujung satu ruangan ke ruangan lain, namun ilmunya digunakan untuk membodohi masyarakat, atau memanipulasi data agar dianggap kerja gemilang di mata atasan. Sedangkan, di sisi lain banyak orang-orang bertato yang justru berbuat kebaikan, berani turun langsung membantu mereka yang dilanda kesulitan hidup. Setelah sesi wawancara berakhir, bukannya lega, justru saya semakin jengkel. Pandangan pertama saya terhadap orang tersebut sudah terlanjur buruk sebab baginya penampilan memiliki point di tinggi di matanya. Saya tidak peduli lagi apakah diterima ataukah tidak. Bagi saya, berbuat baik tidak harus bergantung pada orang lain. Jika ingin, maka lakukan. Masalah rezeki, saya yakin Tuhan Maha Adil. Tuhan tidak membiarkan hamba-Nya yang berbuat baik dilanda kesusahan. Pasti ada jalan.

Di luar dugaan, Tuhan dengan Segala Kebaikan-Nya menjawab doa seorang hamba yang masih sangat kotor ini. SMS berisikan permohonan kedatangan untuk Offering Contract nyasar ke dalam Inbox yang lupa dibuka hingga sekitar jam 8 malam. Tidak menyangka saja, kenapa diri ini menjadi salah satu yang dipilih dari ratusan orang yang lebih ganteng, rapi, berisi, tegap, dan sempurna di mata mereka yang sering memperhatikan penampilan. Marah kembali datang ketika saya mengingat-ingat kembali wawancara waktu itu. Dada rasanya sesak, mulut berkomat kamit menyumpahi, tapi dalam hati ada rasa bahagia ketika diterima. Segala rasa campur aduk menjadi satu. Kugelar sajadah milikku, dengan wajah dan tangan yang masih setengah basah, mulai kukhusyukkan hati dan kepala untuk bersujud dan mengucap syukur.

"Petualangan baru, aku datang".

Menikmati hal baru, tentu diiringi dengan kemauan untuk belajar hal-hal baru. Untuk dapat menikmati proses belajar, buang jauh-jauh rasa takut dan penat dalam diri. Jika tida, proses belajar pun tidak akan mampu dinimati. Yang ada justru rasa takut melakukan kesalahan, hidup dalam tekanan. Sayap yang harusnya dikepakkan, malah kram karena terlalu sering ditekuk di dalam kandang. Hal ini berdampak, seseorang tidak menjadi sungguh-sungguh dalam bekerja. Atau seseorang semakin terlejit untuk melakukan pekerjaan dengan penuh kebermaknaan. Sayangnya, sebagian besar manusia yang saya temui di tempat ini adalah manusia yang takut akan sosok Atasan. Jikalau takut membuat seseorang bekerja dengan penuh kebermaknaan, tidak ada masalah. Bagaimana jika rasa takut membuat niat seseorang bergeser ? yang berawal dari niat untuk melayani masyarakat, berubah jadi melayani atasan ? Ketahuilah, budaya kerja yang tidak baik akan menciptakan ritme kerja yang buruk. Syukur-syukur apabila hanya ritme kerja yang buruk. Bagaimana jika yang buruk ditambah dengan sebagian besar dari bawahan yang bersepakat untuk melakukan cara agar terhindar dari amuk dengan cara yang tidak pernah kita duga-duga sebelumnya ? Misalnya, bersekongkol untuk melakukan manipulasi dalam pelaporan kerja ? Padahal kenyataannya yang dikerjakan tidak sebanyak yang dilaporkan. Siapa yang dirugikan ? Ya. Semua akan kembali pada kulturkerja. Bagaimana atasan menciptakan budaya kerja yang menyenangkan, keterbukaan, dan penuh pembelajaran. Itu pun juga yang akan mempengaruhi bawahan ketika memperlakukan kami, para orang-orang yang tidak akan pernah menetap sebagai pegawai tetap.

Sebulan berjalan, saya merasa sangat bodoh karena bekerja terlalu serius namun lebih sering mendapatkan amarah ketika laporan sedikit. Padahal yang memang begitu seharian saya menjalankan tugas Negara yang mulia ini. Setiap objek didatangi dengan kesungguhan niat untuk membantu mereka yang dilanda kesulitan biaya untuk berobat. Kalah dengan mereka yang jalan-jalan ke mall namun laporannya penuh.  Satu dua kali mendapat cetolehan maut masih bisa dimaklumi. Saya tetap menjadi orang biasa yang berjalan lurus dengan niat tulus untuk melangkahkan kaki ke setiap objek yang saya datangi. Ke tiga, ke empat, ke lima, mendekati akhir bulan kedua saya memantapkan niat untuk tidak terlalu serius dalam bekerja. Toh, mereka yang sedang asyik-asyik saja tetap terhindar dari amuk setiap harinya. Lama-kelamaan, saya dibuat gila karena niat saya bekerja berubah dari yang awalnya mengabdi untuk masyarakat menjadi bekerja karena takut akan sebuah amarah. Padahal saya tahu, nilai sebuah kejujuran amatlah besar jika dibandingkan dengan kebohongan yang dibungkus serapih apapun. Kini, saya mulai menyadari bahwa nilai kejujuran di tempat ini kalah dengan apa yang mereka sebut dengan angka.

Saat memasuki bulan ke dua, masih dengan tekanan yang sama, pikiran saya mulai kosong. Pergulatan batin antara menjadi orang baik atau menjadi orang yang disukai amatlah berbeda. Semangat bekerja pun turun. Saya lebih memilih untuk menyendiri, menghabiskan waktu dengan earphone kesayangan, lalu ditambah dengan buku novel yang selalu menjadi teman di tengah keramaian yang rasanya sangat dingin dan sunyi. Sempat saya berpikir, apa saya saja ya yang tidak mampu melewati ini ? Sebenarnya, apabila coba saya kembali pada prinsip kerja di tempat ini, sejatinya sangat nudah. Yang membuat sulit hanya satu, tekanan. Tekanan tidak membuat seseorang menjadi kuat, justru semakin lembut. Bagi kami yang setiap hari diharuskan untuk memasang wajah senyum di depan banyak manusia, kami butuh dukungan bukan tekanan. Butuh motivasi bukan penghakiman. Butuh teman berdialog agar lepas dari rasa sungkan, bukan ceramah satu arah yang kita hanya bisa mengangguk paham namun hati dicengkram ketakutan. Kami butuh teman untuk belajar, bukan makhluk asing yang hanya meminta hasil kami setiap hari tanpa memberikan pembelajaran dan hikmah.

Sulit bagi saya untuk bertahan melewati masa-masa ini. karena tekanan justru tidak membuat saya kuat, tapi semakin membuat saya takut. takut untuk salah, takut keliru. Memang, ini bukanlah kuliah. Tapi, bukankah lebih baik jika yang kita berikan kepada sdm adalah pembelajaran bil hikmah ? bukan dorongan kasar tanpa pembelajaran. Tidak selamanya manusia mampu bertahan dalam tekanan. Ada kalanya mereka memaksa keluar, ada kalanya mereka memaksa pergi, dan ada kalanya mereka memaksa untuk mengakhiri hidup.

"Jika suatu negeri sedang tidak baik, ajaklah manusia lain untuk membuat perubahan walaupun kecil".
Bulan ke tiga, sebuah benda asing menyerang saudara-saudara saya yang berada di Wuhan China. Kabarnya, benda asing ini bermutasi dari kelelawar yang dijadikan makanan oleh warga di Wuhan dan sebagian besar orang China sana. Mungkin sudah menjadi budaya orang sana untuk memilih makanan yang tidak lazim untuk dinikmati orang pada umumnya. Tapi selama mereka menikmatinya, dan lebih lagi apabila makanan tersebut mengandung banyak manfaat, baiklah. Tidak menjadi masalah. Hari ini, kita mendengar mereka menamai benda asing ini dengan sebutan Corona. Ya, ini adalah virus berbahaya yang menyebar melalui tangan, bersin, dan batuk dari satu manusia ke manusia yang lain. Virus ini menyebar begitu cepatnya. Tidak hanya antar manusia di satu kota, tapi antar Negara, hingga saat ini virus tersebut telah masuk ke Negara kami, Indonesia. Karena kabar betapa berbahayanya virus ini semakin kuat, pemerintah banyak sekali memberikan anjuran bahkan atura agar mereka yang tidak terlalu butuh untuk ke luar rumah lebih baik tetap berada di dalam rumah saja. Bagi pemerintah, salah satu cara ampuh memutus rantai virus ini adalah dengan meminimalisir pertemuan antar manusia. Hebatnya, banyak orang yang merasa dirinya sangat kebal dari virus. Merasa dirinya baik-baik saja padahal mereka sendiri bisa jadi terjangkit atau menularkan virus pada mereka yang memiliki imun rendah.

Ketika kondisi bumi sedang tidak baik, dengan sangat bijaksana pemerintah mulai memberlakukan Work From Home atau kita biasa menyebutnya WFH. Pada WFH ini banyak perusahaan-perusahaan yang dengan terpaksa harus memperkerjakan karyawannya dari ruamah masing-masing. Mereka tahu, pencapaian hasil tidak akan seoptimal ketika berada pada kondisi normal. Tapi mereka harus tetap bertahan. Banyak karyawan yang sudah berkeluarga, memiliki anak yang butuh untuk dihidupi. Sedangkan apabila pemasukan perusahaan semakin menipis maka perusahaan akan sangat sulit mempertahankan karyawan dengan gaji yang sama seperti sebelumnya. Pada Akhirnya, beberapa perusahaan dihadapkan pada dua pilihan, mengurangi gaji karyawan atau memulangkan beberapa karyawan dengan gaji karyawan yang masih bertahan tidak berkurang. Tentu di masa-masa seperti ini, kondisi seperti ini tidak bisa dihindari. Keputusan pimpinan akan sangat mempengaruhi nasib banyak manusia yang menjadi pekerja di badan usahanya. Tuntutan pemerintah kepada badan usaha agar tetap memberikan THR bagi karyawannya juga semakin membuat beberapa perusahaan kalang-kabut.

Pada kondisi Pandemi yang serba sulit ini, masih saja ada manusia-manusia jahat yang memanfaatkan kelemahan ekonomi untuk bisnis. Hari ini, para tenaga medis banyak kehabisan masker medis dan alat pelindung diri lainnya. Oknum tidak bertanggung jawab menjualnya dengan harga yang tidak nalar. Masker yang awalnya 50 ribu rupiah per kotak naik hingga mencapai angka ratusan ribu. Begitupun dengan handsanitizer, yang harganya ditemui sangat mahal bahkan sudah mulai langka untuk didapatkan. Petugas medis yang bersentuhan langsung dengan pasien tetap berjuang dengan jas hujan kresek dikarenakan stock hamzat menipis. Oknum jahat lagi-lagi menjualnya demi profit. Tidak sedikit tenaga medis yang gugur karena kurang dalam kelengkapan perlindungan diri. Pemerintah dihadapkan pada situasi serba sulit. Menghadapi mafia jual beli perlengkapan lindung medis, banyaknya potensi PHK yang sudah mulai terjadi pada beberapa pekerja di negaranya, budaya masyarakat yang sok kebal menghadapi pandemi ini. Hingga hari ini, tercatat 7.418 manusia dinyatakan positif terjangkit Covids-19 di Indonesia.  913 jiwa dinyatakan sembuh, 635 jiwa di antaranya dinyatakan gugur. Tidak hanya pemerintah, banyak lembaga sosial juga tutut membantu langkah pemerintah guna mempercepat pemulihan Covids di tanah air. Banyak dana yang didapat dari masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk alat pelindung diri, obat-obatan, sembako, yang dibagikan ke setiap titik yang telah diberikan tanda merah oleh pemerintah. Semoga kita semua terus terjaga dan tetap sehat.

"Tetap bahagia, tetap lakukan hal yang kalian suka, tetap sabar dalam menghadapi segala cobaan hidup".

Comments

Popular posts from this blog

Tidak Terhapus Waktu

Dari Masa ke Masa